TENTANG "KAMI" DI DALAM AL QURAN
Banyaknya Ayat Al Qur'an tentang Allah dengan menggunakan kata " KAMI"
seringkali dipersoalkan oleh para misionaris maupun penghujat Islam.
Bagi penghujat Islam persoalan Kata Kami di banyak ayat Al Qur'an dituduh sebagai sebagai bukti adanya ayat ayat Al Qur'an yang bertentangan dengan ayat ayat Al Qur'an lainnya yang sangat jelas dan tegas bahwa Allah adalah Esa.
dan Bagi Misionaris adanya kata kami yang merujuk kepada Allah dijadikan pembenaran kalau ayat ayat Al Qur'an membenarkan konsep ketuhanan Trinitas.
tuduhan tuduhan tersebut hanya berdasarkan argumentasi yang sangat dangkal dalam memahami kata "KAMI",yang mereka simpulkan secara absolut bahwa kata kami merujuk kata ganti jamak.
Didalam kitab “Fatawa al Azhar” disebutkan bahwa sesungguhnya Al Qur’an al Karim diturunkan dari sisi Allah swt dengan bahasa arab yang merupakan bahasa Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan diturunkan dengan tingkat balaghah dan kefasehan tertinggi.
Artinya : “Dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy Syuara’ : 195)
Bagi penghujat Islam persoalan Kata Kami di banyak ayat Al Qur'an dituduh sebagai sebagai bukti adanya ayat ayat Al Qur'an yang bertentangan dengan ayat ayat Al Qur'an lainnya yang sangat jelas dan tegas bahwa Allah adalah Esa.
dan Bagi Misionaris adanya kata kami yang merujuk kepada Allah dijadikan pembenaran kalau ayat ayat Al Qur'an membenarkan konsep ketuhanan Trinitas.
tuduhan tuduhan tersebut hanya berdasarkan argumentasi yang sangat dangkal dalam memahami kata "KAMI",yang mereka simpulkan secara absolut bahwa kata kami merujuk kata ganti jamak.
Didalam kitab “Fatawa al Azhar” disebutkan bahwa sesungguhnya Al Qur’an al Karim diturunkan dari sisi Allah swt dengan bahasa arab yang merupakan bahasa Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan diturunkan dengan tingkat balaghah dan kefasehan tertinggi.
Artinya : “Dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy Syuara’ : 195)
Dan merupakan suatu kebiasaan dikalangan orang-orang Arab bahwa seorang
pembicara mengungkapkan tentang dirinya dengan menggunakan lafazh أنا
(saya) dan jika terdapat orang lain bersamanya maka menggunakan lafazh
نحن (kami) sebagaimana lafazh نحن (kami) digunakan si pembicara untuk
mengagungkan dirinya sendiri. Pengagungan manusia terhadap dirinya
sendiri dikarenakan dirinya memiliki berbagai daya tarik untuk
diagungkan.
Bisa jadi hal itu dikarenakan dia memiliki jabatan, reputasi, kedudukan
atau nasab lalu dia membicarakan tentang dirinya itu sebagai bentuk
keagungan dan kebesaran. Bisa jadi juga untuk memberikan perasaan takut
didalam hati orang lain seakan-akan dirinya sebanding dengan beberapa
orang bukan dengan hanya satu orang. Bisa jadi seseorang mengungkapkan
dirinya dengan lafazh نحن (kami) karena begitu banyak keahliannya
seakan-akan beberapa orang ada didalam diri satu orang. Sehingga bentuk
plural dan jama’ itu adalah pada pengaruhnya bukan pada si pemberi
pengaruh.
Bentuk pengagungan diri pembicara atau orang yang diajak bicara
terdapat pula didalam bahasa-bahasa lainnya bukan hanya didalam bahasa
arab dan digunakan pula untuk tujuan-tujuan seperti disebutkan diatas.
Apabila Allah swt Tuhan Pemilik Keagungan berfirman :
Artinya : “Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian
tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti
(mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka.” (QS. Al Insan :
28)
Posisi Allah di situ sebagai pemberi karunia kepada semua makhluk,
pemberi nikmat, memberikan perasaan takut dan membuat lari orang-orang
kafir sesuai dengan kata ganti pengagungan terhadap diri-Nya yang
memberikan makna kuat dan gagah.
Dan apabila Allah berfirman :
Dan apabila Allah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr : 9)
Posisi di situ sebagai pemilik kemampuan yang mampu memberikan
ketenangan berupa pemeliharaan Allah terhadap Al Qur’an yang telah
diturunkan dengan kekuasaan dan hikmah-Nya. Dan apabila Allah berfirman
:
Artinya : “Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (QS. Ghafir : 15)
Artinya : “Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (QS. Ghafir : 15)
Allah SWT itu bukan manusia dan bukan pula makhluk hidup dengan jenis
kelamin. Maka Dia bukan laki-laki dan juga bukan perempuan, bukan pula
banci (na'udzubillah minta dzalik).
Adapun bahasa arab, memang punya 14 dhamir atau kata ganti orang.
Mulai dari huwa sampai nahnu. Huwa adalah kata ganti untuk orang
ketiga, tunggal dan laki-laki.
Di dalam Al-Quran, penggunaan kata ganti orang ini sering juga
diterapkan untuk lafadz Allah SWT. Al-Quran membahasakan Allah dengan
kata ganti Dia (huwa). Di mana makna aslinya adalah dia laki-laki satu
orang. Tetapi kita tahu bahwa Allah SWT bukan laki-laki dan juga
bukan perempuan atau banci.
Kalau ternyata Al-Quran menggunakan kata ganti Allah dengan lafadz
huwa, dan bukan hiya (untuk perempuan), sama sekali tidak berarti
bahwa Allah itu laki-laki.
Penggunaan kata ganti huwa (yang sebenarnya untuk laki-laki) adalah
ragam keistimewaan bahasa arab yang tidak ada seorang pun
meragukannya.
Maka demikian pula dengan penggunaan kata nahnu, yang meski secara
penggunaan asal katanya untukkata ganti orang pertama, jamak (lebih
dari satu), baik laki-laki maupun perempuan, namun sama sekali tidak
berarti Allah itu berjumlah banyak.
Orang arab sendiri akan terpingkal-pingkal kalau melihat cara orang Indonesia berusaha menyesatkan orang lain lewat logika aneh bin ajaib seperti ini, yaitu mengatakan Allah itu banyak hanya lantaran di Al-Quran Allah seringkali menggunakan kata ganti kami (nahnu). Betapa kerdilnya logika yang dikembangkan, niatnya mau sok tahu dengan bahasa arab, sementara orang arab sendiri mafhum bahwa bahasa mereka istimewa.
Tidak semua kata nahnu (kami) selalu berarti pelakunya banyak. Memang benar secara umum kata nahnu menunjukkan jumlah yang banyak, tetapi orang yang bodoh dengan bahasa arab terkecoh besar dengan ungkapan ini. Sebenarnya kata kami tidak selalu menunjukkan jumlah yang banyak, tetapi juga menunjukkan kebesaran orang yang menggunakannya.
Orang arab sendiri akan terpingkal-pingkal kalau melihat cara orang Indonesia berusaha menyesatkan orang lain lewat logika aneh bin ajaib seperti ini, yaitu mengatakan Allah itu banyak hanya lantaran di Al-Quran Allah seringkali menggunakan kata ganti kami (nahnu). Betapa kerdilnya logika yang dikembangkan, niatnya mau sok tahu dengan bahasa arab, sementara orang arab sendiri mafhum bahwa bahasa mereka istimewa.
Tidak semua kata nahnu (kami) selalu berarti pelakunya banyak. Memang benar secara umum kata nahnu menunjukkan jumlah yang banyak, tetapi orang yang bodoh dengan bahasa arab terkecoh besar dengan ungkapan ini. Sebenarnya kata kami tidak selalu menunjukkan jumlah yang banyak, tetapi juga menunjukkan kebesaran orang yang menggunakannya.
Misalnya, seorang presiden dari negara arab mengatakan begini, "Kami
menyampaikan salam kepada kalian", apakah berarti jumlah presiden
negara itu ada lima orang? Tentu saja tidak. Sebab kata "kami" yang
digunakannya menggambarkan kebesaran negara dan bangsanya, bukan
menunjukkan jumlah presidennya.
Tukang becak di pinggir jalan pun tahu bahwa yang namanya presiden di semua negara pastilah jumlahnya cuma satu, tidak mungkin ada lima. Hanya orang bodoh saja yang mengatakan presiden ada lima. Dan hanya orang bodoh tidak pernah makan sekolahan saja yang mengatakan bahwa Allah itu ada banyak, hanya gara-gara Dia menyebut dirinya dengan lafadz KAMI.
Tukang becak di pinggir jalan pun tahu bahwa yang namanya presiden di semua negara pastilah jumlahnya cuma satu, tidak mungkin ada lima. Hanya orang bodoh saja yang mengatakan presiden ada lima. Dan hanya orang bodoh tidak pernah makan sekolahan saja yang mengatakan bahwa Allah itu ada banyak, hanya gara-gara Dia menyebut dirinya dengan lafadz KAMI.
Ini adalah logika paling gila yang pernah diucapkan oleh hewan yang
merayap di muka bumi yang mengaku bernama manusia. Dan sayangnya,
dengan logika jungkir balik tidak karuan seperti ini, masih saja ada
orang yang mau melahapnya mentah-mentah. Masih saja jatuh korban
kesesatan tidak lucu dari massa mengambang muslim.[eramuslim/admmuslim
menjawab]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar